Short Story III

Sabtu, 10 September 2011

          In The Morning
               Siti Mulyani

Kring kriing
Aku masih memejamkan mata, namun bunyi telpon itu terlalu berisik dan membuatku ‘TERPAKSA’ untuk bangun dan mengangkat panggilan itu. pagi ini suasananya sedikit berbeda menurutku, kicau burung yang sering aku dengar setiap aku bangun, kini aku tak mendengarnya sama sekali. Tapi aku tak terlalu memperhatikannya dan aku langsung mengambil HandPhone. Ternyata hanya nomor pribadi yang muncul dilayar, oh itu sangat membuatku jengkel.
Turun dari ranjang yang kini sudah tak empuk lagi, membuatku selalu teringat pada  masa kecilku. Tak ada yang tersisa dari apa yang kualami dulu, namun aku ingin mengenangnya dan ingat kembali apa yang aku alami. Terkadang, sesuatu yang sakit dan pahit untuk kita rasakan, semua itu dapat menjadi obat untuk kita, manfaat yang kita dapatkan yang menjadi sebuah pelajaran dan selalu yakin bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Dan aku rasa, semangat yang besar yang aku butuhkan saat ini untuk terus menjalani kehidupan yang kusebut kotak misteri.
Samar-samar aku melihat mama yang sedang membuat nasi goreng. Yaa, nasi goreng ala mamaku tercinta, ia yang selalu ada disampingku dan menemaniku saat aku terpuruk sekalipun. Tak ada yang bisa menggantikan posisinya, mama begitu berarti untukku dan aku sangat menyayanginya. Really really love her J
“hei kamu sudah bangun rupanya, ayo kemari. Mama udah buatin kamu nasi goreng nih, yaa walaupun bumbunya cuma garam dan kecap.” Tutur mama sambil tersenyum kecil dibibirnya dan aku hanya membalasnya dengan pelukan pagiku yang selalu aku lakukan pada mama. Senang dan sangat bersyukur karena sampai pagi ini aku masih bisa melihatnya dan memeluknya,thanks God.
Pagi ini aku harus pergi kerumah pamanku yang tinggalnya diseberang kota kami, aku akan mengantarkan kain pesanan untuk istri paman yang tak lama akan memiliki seorang bayi kedua mereka. Dengan semangat aku bergegas dan pamit kepada mama untuk berangkat. Dan pagi ini pun dimulai
“hati-hati diperjalanan ya, my princess. Cepat pulang jika kain ini sudah kamu berikan pada paman Jo, jangan terlalu lama disana. Tidak enak meropotkan bibimu yang sedang hamil, okay honey. “ peluk mama sambil memberikan kain yang sudah turun temurun jika ada anggota keluarga yang akan melahirkan
“okay mom, aku akan segera pulang sesuai permintaanmu.” Tukasku sambil tersenyum padanya
Baru beberapa langkah aku meninggalkan pekarangan rumah, aku membalikkan badan untuk melihat apa yang ada dibelakangku. Sebuah rumah dengan ukuran sederhana yang bercat putih kusam dan bunga tulip hitam yang telah aku tanam sejak Sembilan bulan lalu. Sungguh, dirumah itu hanya ada aku dan mama. Tak terbayang jika salah satu diantara kami harus ada yang pergi, rasanya akan sangat kesepian dan menyakitkan ketika aku atau mama kehilangan satu diantara kami. Aku tidak ingin meninggalkan mama dan aku tidak ingin ditinggalkan oleh mama.    
Kini aku telah sampai di terminal bus antar kota, dan aku akan menuju ke Deras. Sepanjang perjalanan aku terus teringat mama yang kini sedang  sendiri dirumah dan menunggu kepulanganku. Entah, hal itu benar-benar membuatku gelisah dan rasanya aku tidak ingin untuk pergi. Tetapi aku sudah setengah perjalanan dan kini aku harus bersabar untuk semuanya. Didalam bus aku menyetel lagu Sampai Menutup Mata yang dinyanyikan oleh Acha Septriasa. Lagu ini benar-benar membuatku tenang. 

Embun dipagi buta
Menyebarkan bau asa
Detik demi detik kuhitung
Inikah saat ku pergi 

Sampai beberapa menit kemudian aku terus mendengar lirik itu, mataku terpejam dan aku berusaha untuk bangun. Aku membuka mata dan apa yang aku lihat kini ??? aku masih dikamarku. Aku menangis dan berusaha untuk bangun, itu semua hanya mimpi. Mimpi aku memeluk mama dan aku diberi kain olehnya, untuk deberikan kepada paman Jo. Mama, semua ini bagai kenyataan dan aku sangat sedih karena harus terbangun dari mimpi itu. Aku berharap tidak pernah bangun dari tidurku dan aku akan sampai kerumah paman Jo dan sampai aku pulang kembali kerumah serta melihatmu dan memelukmu pada esok harinya.
Aku turun dari ranjang dan pergi ke dapur, disana aku tidak melihatnya sedang membuat nasi goreng ala mama tercinta, aku hanya melihat sebuah dapur yang kosong. Tak terasa air mata sudah membasahi pipiku. Aku berusaha mengingat kembali mimpi yang aku alami, semua ini bagai kenyataan. Aku masih belum bisa percaya bahwa mama kini sudah tak disampingku lagi, apa yang aku pikirkan dalam mimpi telah menjadi kenyataan. Ternyata akulah yang ditinggalkan oleh mama dan kini aku tinggal sendiri serta kesepian yang mendalam terus menjeratku. Pagi ini benar-benar telah dimulai dan memulai untuk menyaksikan sepinya hatiku. In The Morning . . .