Short Story

Sabtu, 14 Mei 2011
Wanita Dalam Cermin

                Jam dirumahku menunjukkan pukul 17.30, kakakku baru saja pulang dari Rumah Sakit. Ia tampak kelelahan karena sudah dua hari ini dia bergadang menemani ibuku yang sedang dirawat di Rumah Sakit daerah Cisarua. Tak lama aku bergegas mengambil minum untuk kakakku. Tak ada percakapan diantara kami, Aku hanya diam dan memperhatikan kakakku yang sedang bergegas untuk istirahat. Dirumah terasa sepi, adikku sudah terlelap sejak sore tadi. Dia kelelahan setelah bermain bola bersama teman-temannya.
                Malam ini begitu sunyi, padahal baru pukul 20.30. Aku dan kakakku berdiam diri sambil mencari acara yang asyik untuk ditonton. “kring-kring”. Telepon itu berbunyi , namun kakakku masih ragu-ragu mengangkatnya karena dia sedang makan. “kring-kring” telepon itu terus berbunyi. “ Assalammualaikum”. Kakakku dengan penasaran mengangkatnya, aku bertanya-tanya siapa yang menelpon. Aku semakin khawatir ketika melihat kakakku mengucapkan istighfar dan memukul kecil dada sebelah kirinya, yang Aku tahu, dia mempunyai penyakit jantung. “ada apa ?” Aku bertanya tetapi kakakku tidak menjawabnya, dia hanya memandangiku sebentar. Dia berlari kerumah nenekku yang jaraknya memang sangat dekat. Tak lama Aku mendengar suara tangis bibi dan nenekku. Ya, itu suara tangisan dari rumah nenekku. “ada apa ?” fikirku dalam hati. Aku pun berlari menyusul kakakku. Seketika aku berfikir, mungkin ini firasat yang sudah menjadi kenyataan. Ya, ternyata ibuku meninggal. Kakakku tak mengatakannya, tapi Aku sudah melihat dari tatapan matanya yang seolah ingin mengatakan apa yang terjadi. Dia hanya memelukku dengan erat. Aku ingin menolak semua kenyataan ini, tetapi sudah terlambat dan semua mimpi burukku kini telah menjadi kenyataan. “biarin Egi tidur dulu, dia jangan dikasih tau dulu.” Kakakku mengatakannya degan datar dan terus memelukku. Aku tak bisa menahan air mata yang terus berjatuhan atas apa yang Aku rasakan saat ini. Aku dan kakakku tersentak kaget ketika melihat adikku berlari menghampiri kami. Sepertinya dia sudah mengetahui apa yang terjadi. Lalu kami berpelukan dan berusaha menerima kenyataan yang begitu pahit ini. “kita harus sabar, ibu udah tenang disana, sekarang kita do’ain ibu yah.” Kakakku mencoba menyeka air matanya namun tak bisa. Semua seakan mimpi, mimpi yang paling buruk dalam hidupku.
                Semua orang datang kerumahku sambil membawa surat Yassin dan sebagian ada yang mempersiapkan kedatangan jenazah ibuku.
“Hallo Yasshint, ini Leni.”
“iya ada apa Len ?”
“Yassh, ibu Leni meninggal, besok tolong izinin Leni yah.”
“Innalillahi, sabar yah Leni, iya-iya Len nanti diizinin, yang tabah yah Len.”
“iya, makasih Yassh, assalammualaikum.”
“iya Leni, wa’alaikummusalam.”
Padahal besok Aku harus persiapan untuk Try Out kedua dan hari Selasa Aku sudah mulai Try Out. SMS ucapan bela sungkawa terus berdatangan di HP-ku, namun Aku mengabaikan semua itu, karena yang Aku fikirkan saat ini adalah apa yang ada didepan mataku saat ini merupakan kenyataan yang paling menyedihkan. “Len, sini yuk bentar lagi ambulance-nya datang.” Suara lirih seorang wanita paruh baya yang selalu menemani ibuku saat sakit. Aku melangkah kaku dengan tatapan kosong penuh ketidakpercayaan dengan apa yang terjadi saat ini.
                Aku mati rasa, tetangga dan kerabat terus berdatangan kerumahku. Sebagian ada yang memelukku sambil mengucapkan  bela sungkawa, namun ada juga yang menangis tersedu-sedu sendiri. Aku melirik jam, pukul 23.00. Tepat sekali, ambulance jenazah ibuku tiba dirumah. Aku benar-benar mati rasa saat ini. Aku hanya duduk dan menyaksikan raga ibuku sudah tak bernyawa dan dikelilingi banyak orang sambil membaca Yassin. Semua terasa kaku dan ketika Aku duduk, Aku teringat pada sebuah mimpi. Ya, mimpi yang Aku alami semalam. Dalam mimpi itu Aku merasakan diriku bercermin, tetapi bukan bayangan diriku yang terdapat pada cermin itu. Tetapi Aku yang bercermin, begitu cantik wanita yang ada dalam cermin itu, hingga “wanita ini cantik sekali, Aku ingin secantik dia.” Wanita itu terlihat amat cantik mengenakan kerudung warna cream, tanpa ada make-up diwajahnya. Begitu bersinar wajahnya. Tetapi wanita dalam cermin itu hanya diam dan terus tersenyum. Ibu, yah ternyata wanita dalam cermin itu adalah ibuku. Ibuku yang sangat cantik, ibuku yang kini sudah terbaring kaku. “ibu, yah itu ibu, wanita dalam cermin itu adalah ibu.” Aku berlari dari tempat dudukku dan segera menghampiri ibu. “bu, maafin Leni bu. Leni sayang banget sama ibu, Leni nyesel banget belum sempat jenguk ibu di Rumah Sakit. Leni baru nyadar kalau ibu yang datang ke mimpi Leni, maafin Leni bu.”
                Aku terus menangis dan berusaha menenangkan diriku sambil memikirkan kembali arti mimpiku semalam. Mungkin ibuku ingin aku menjadi seperti dirinya. Ibuku adalah sosok yang lemah lembut, berbeda denganku yang susah diatur dan keras kepala. “ibu, Aku menyayangimu dan akan terus menyayangimu.”mimpi yang indah sekaligus perpisahan antara Aku dan ibuku yang       menjadi kenangan terakhir dihatiku. Aku akan terus menyimpannya dalam hatiku. Ibu, I love you.







 karya : Siti Mulyani (Leni)

1 komentar:

Adia mengatakan...

Hnya cb berempati
Ayah sy meninggal wktu kuliah tingkat 4. Tapi itulah skenario terbaik dari Allah. Stelah 2 thn berlalu sy baru menyadari hikmahnya
Paling tidak mnurut sahabat2 dkt, sy jauh lbih mandiri, lbih survive
Kehilangan memberi makna lebih pada kehadiran kita. Allah Yang Maha Tahu yang terbaik bagi hamba-Nya